JURNAL TAKSONOMI VERTEBRATA
MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI KELAS
AMPHIBIA
OLEH
NANDA AFRA AYU
14 106 045
KELOMPOK V
BIOLOGI B SEMESTER V
DOSEN
LIZA MEINI FITRI, M.Si
ASISTEN PEMBIMBING
ELVHIN
LASTRI LIANA
TRI ALIANTINUR RAHMI
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BATUSANGKAR
2016/2017
MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI KELAS
AMPHIBIA
NANDA AFRA AYU, *MUTIA.D
*KELOMPOK 5 IAIN BATUSANGKAR
ABSTRAK
Sebuah praktikum telah selesai dilakukan di
Laboratorium Zoologi Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, IAIN Batusangkar.
Tujuan praktikum ini adalah agar mahasiswa Biologi yang mengikuti matakuliah Vertebrata mampu mengetahui morfologi dan klasifikasi hewan
dari kelas Amphibia. Dalam praktikum ini dilakukan pengukuran parameter anggota
tubuh Amphibia. Dalam praktikum ini dipergunakan anggota dari ordo Anura
diantaranya, Bufo melanostictus, Fejerverya cancrivora, Rana erithraea. Dalam praktikum ini juga dilakukan penimbangan
berat sampel dan indifikasi. Selain itu pengukuran terhadap sampel yang
dilakukan harus tepat. Dari hasil praktikum didapatkan hasil klasifikasi dan
morfologi dari anggota ordo Anura dengan baik.
Keyword
: Amphibia, Klasifikasi, Habitat, Ciri-Ciri
PENDAHULUAN
A. DEFINISI AMPHIBIA
Amphibia umumnya didefinisikan sebagai kata hewan bertulang
belakang yang hidup didua alam, yakni di air dan di laut. Amphibia bertelur di
air atau menyimpan telur di tempat lembab dan basah. Ketika menetes, larvanya dikatakan
berudu yang hidup di air atau ditempat basah tersebut dan bernafas dengn
insang. Setelah beberapa lama berudu kemudian berubah bentuk menjadi katak
dewasa yang umumnya hidup di darat atau ditempat yang lebih kering dan bernafas
dengan paru-paru (Djuanda, 1982).
Amphibia adalah vertebrata yang secara tipikal dapat hidup
baik dalam air tawar dan di darat. Sebagian besar mengalami metamofosis dari
berudu (aquatis dan bernapas dengan insang) ke dewasa (amphibius dan bernapas
dengan paru-paru), namun beberapa jenis amphibius tetap memilki insang selama
hidupnya. Jenis-jenis sekarang tidak memiliki sisik luar, kulit biasanya tipis
dan basah (Djarubito, 1989).
Amphibia merupakan hewan dengan kelembaban kulit yang tinggi,
tidak tertutupi oleh rambut dan mampu hidup di air naupun di darat. Amphibia
berasal dari bahasa Yunani yaitu Amphi yang berarti dua dan Bios yang berarti hidup. Karena itu
amphibia diartikan sebagai hewan yang mempunyai dua bentuk kehidupan yaitu
didarat dan di air (Anonim, 2011)
Amfibi merupakan hewan berdarah
dingin yang tidak bisa mengatur suhu tubuhnya sendiri. Amfibi bertelur di
tembat lembab atau berair. Habitat amfibi diantaranya yaitu hutan, kolam, sawah
dan danau. Rata-rata amfibi mempunyai kulit basah dan lembut agar oksigen dapat
dengan mudah masuk menembus kulit. Sebagian besar amfibi dewasa bernafas
menggunakan kulit dan juga melalui paru-paru. Kelembaban kulit amfibi dijaga
oleh kelenjar khusus dibawah kulitnya. Banyak amfibi menjaga kelembaban
kulitnya dengan selalu berada di dekat air. Sebagian besar amfibi lahir dan
tumbuh di air tawar kemudian setelah dewasa berpindah ke daratan kering dan
kembali ke air untuk berkembang biak. Sebagian besar amfibi menelurkan telur
yang lembut. Telur tersebut bisa berbentuk untaian atau gumpalan yang sangat
kecil menyerupai jeli (Rinaldy, 2013).
B. CIRI-CIRI KELAS AMPHIBIA
Amphibia mempunyai ciri-ciri yaitu tubuh diselubungi kulit yang berlendir, merupakan
hewan berdarah dingin (poikilotem), mempunyai jantung yang terdiri dari tiga
ruang yaitu dua serambi dan satu bilik, mempunyai dua pasang kaki dan pada
setiap kakinya terdapat selaput renang yang terdapat diantara jari-jari kakinya
dan kakinya berfungsi untuk melompat dan berenang, matanya mempunyai selaput
tambahan yang diebut membrane niktilans yang sangat berfungsi waktu menyelam.
Pernapasan saat masih kecebong berupa insang dan setelah dewasa alat
pernapasannya berupa paru-paru dan kulit, hidingnya mempunyai katup yang
mencegah air yang masuk kedalam rongga mulut ketika berenang, dan berkembang
biak dengan cara melepaskan telurnya dan dibuahi oleh yang jantang diluar tubuh
induknya atau pembuahan eksternal (Djuanda, 1982).
Tubuh amphibia khususnya katak
terdiri dari kepala, badan, dan leher yang belum tampak jelas. Sebagian kulit,
kecuali pada tempat-tempat tertentu terlepas dari otot yang ada dalamnya,
sehingga bagian dalam tubuhnya berupa rongga-rongga yang berisi cairan limpa
subkutan (Djuanda, 1982). Kedua fase strukturnya menunjukkan bahwa amphibi
merupakan kelompok chordata yang pertama kali keluar dari kehidupan air
(Radiopoetro,1977).
Pada fase
berudu amphibi hidup di perairan dan bernafas dengan insang. Pada fase ini
berudu bergerak menggunakan ekor. Pada fase dewasa hidup di darat dan bernafas
dengan paru-paru. Pada fase dewasa ini amphibi bergerak dengan kaki. Perubahan
cara bernafas yang seiring dengan peralihan kehidupan dari perairan ke daratan
menyebabkan hilangnya insang dan rangka insang lama kelamaan menghilang. Pada
anura, tidak ditemukan leher sebagai mekanisme adaptasi terhadap hidup di dalam
liang dan bergerak dengan cara melompat. (Brotowidjoyo, 1993)
Amphibia
memiliki kelopak mata dan kelenjar air mata yang berkembang baik. Pada mata
terdapat membrana nictitans yang berfungsi untuk melindungi
mata dari debu, kekeringan dan kondisi lain yang menyebabkan kerusakan pada
mata. Sistem syaraf mengalami modifikasi seiring dengan perubahan fase hidup.
Otak depan menjadi lebih besar dan hemisphaerium cerebri terbagi
sempurna. Pada cerebellum konvulasi hampir tidak berkembang. Pada fase dewasa
mulai terbentuk kelenjar ludah yang menghasilkan bahan pelembab atau perekat.
Walaupun demikian, tidak semua amphibi melalui siklus hidup dari kehidupan
perairan ke daratan. Pada beberapa amphibi, misalnya anggota Plethodontidae,
tetap tinggal dalam perairan dan tidak menjadi dewasa. Selama hidup tetap dalam
fase berudu, bernafas dengan insang dan berkembang biak secara neotoni. Ada
beberapa jenis amphibi lain yang sebagian hidupnya berada di daratan, tetapi
pada waktu tertentu kembali ke air untuk berkembang biak. Tapi ada juga
beberapa jenis yang hanya hidup di darat selama hidupnya. Pada kelompok ini
tidak terdapat stadium larva dalam air. (Anonymous 1, 2013).)
Amphibi hidup dengan dua habitat yaitu di
habitat darat dan habitat air. Termasuk hewan poikoloterm (berdarah dingin).
Pembagian tubuh terdiri atas kepala dan badan atau kepala, badan, dan ekor.
Kulit lembap berlendir, terdiri dari dermis dan epidermis. Warna kulit
bermacam-macam karena adanya pigmen di dalam dermis (biru, hijau, hitam,
coklat, merah, dan kuning) tepat dibawah epidermis. Mempunyai dua lubang hidung
yang berhubungan dengan rongga mulut. Penghubung antara rongga hidung dan rongga
mulut disebut koane, di kanan kiri tulang vomer yang berbentuk V, penghubung
antara rongga mulut dengan rongga telinga disebut Eustachius. Endokskeleton
mempunyai kolumna vertebralis (ruas tulang belakang). Terdapat sepasang rahang,
gigi, lidah, dan langit-langit (Abed, 2012).
C. KLASIFIKASI KELAS AMPHIBIA
Kelas Amfibi dibagi menjadi tiga ordo
yaitu, Ordo Urodela (yang berekor), Ordo Anura (yang
tak berekor), dan Ordo Apoda (yang tak berkaki) (Rinaldy,
2013).
1. Amfibi Ordo Caudata (Urodela)
Caudata merupakan ordo amfibi
yang memiliki ekor. Jenis ini memiliki tubuh yang panjang, memiliki anggota
gerak. Spesies Caudata ada yang bernafas dengan insang dan ada
juga yang bernafas dengan menggunakan paru-paru. Salamander yang tidak
mempunyai paru-paru maka bernafas menggunakan kulit dan lapisan mulut. Tubuhnya
terbagi antara kepala, tubuh dan ekor. Pada bagaian kepala terdapat mata yang
kecil.
Ada jenis salamander yang tidak
pernah dewasa yaitu aksolot. Jadi salamander ini tidak pernah
berkembang melebihi tahap larva. Habitat dari salamander adalah di dekat
sungai, sungai ataupun kolam. Umumnya salamander memakan serangga.
2.
Amfibi Ordo Anura
Anura merupakan amfibi yang tidak berekor pada saat dewasa. Namun pada siklus
hidupnya, ordo Anura atau yang lebih dikenal dengan katak ini memiliki ekor
saat pada fase berudu. Ordo ini sering dijumpai dengan tubuhnya seperti sedang
jongkok. Tubuhnya terbagi menjadi 3 bagian yaitu kepala, badan, dan anggota
gerak (tetrapoda).Kulitnya cenderung basah karena memiliki kelenjar
lendir dibawah kulitnya. Ciri yang paling mencolok adalah tekstur kulitnya,
dimana kulit katak lebih halus dari kodok juga bentuk tubuh katak yang lebih
ramping dari pada kodok. Kodok dan katak menggunakan kaki belakangnya untuk
melompat. Pada pertengahan lompatan, kaki belakang kodok teregang sepenuhnya,
kaki depannya ditahan kebelakang, dan kedua matanya tertutup untuk
perlindungan. Ketika mendarat, tubuhnya melengkung dan kaki depannya bertindak
sebagai rem.
Kodok termasuk ordo anura yang
memiliki perbedaan dengan katak dari bentuk tubuhnya yang lebih ramping dan
kakinya yang lebih panjang. Kodok dan katak telah mempunyai indra organ
Jacobson di langit-langit mulut sebagai indra pengecap dan pembau
dunia luar. Kodok dan katak menggunakan kaki belakang untuk melompat. Katak
ataupun kodok mengalami fase metamorfosis sempurna dalam
siklus hidupnya. Habitat dalam siklus hidupnya. Habitat kodok dan katak adalah
di sungai, kolam, sawah ataupun hutan tropis. Makanan katak dan kodok adalah
serangga.
3.
Amfibi ordo
Gymnophiona (Apoda)
Gymnophiona merupakan
amfibi yang tidak memiliki anggota gerak dan beberapa jenis alat geraknya
tereduksi secara fungsional. Tubuh menyerupai cacing, bersegmen, dan ekor
mereduksi. Hewan ini mempunyai mata tertutup oleh kulit. Kelompok ini
menunjukkan 2 bentuk dalam daur hidupnya. Pada fase larva hidup dalam air dan
bernafas dengan insang. Pada fase dewasa insang mengalami reduksi, dan biasanya
ditemukan di dalam tanah atau di lingkungan akuatik. Habitat gymnophiona
(saesilia) yaitu tepi-tepi sungai atau parit atau di bawah tumpukan batu.
Makanan dari adalah serangga dan cacing.
BAHAN
DAN METODE
Bahan yang digunakan merupakan
anggota dari kelas Amphibia diantaranya, kodok
(Bufo melanostictus), katak (Rana erythrea), katak sawah (
Fejerverya cancrivora). Adapun alat yang digunakan yaitu penggaris, bak
parifin dan alat tulis.
WAKTU DAN TEMPAT
Praktikum
ini dilakukan pada hari kamis, 12 oktober 2016 pada pukul 10.35 WIB. Bertempat
di Laboratorium Zoologi gedung L lantai 1, Institut Agama Islam (IAIN)
Batusangkar.
CARA KERJA
Katak yang akan diamati terlebih dahulu diletakkan di dalam
bak bedah dan dihadapkan ke arah kiri. Kemudian diamati ciri morfologi dan
parameter, diantaranya panjang badan (PB), lebar kepala (LK), panjang kepala
(PK), panjang kaki depan (PKD), panjang tibia-fibula (PTF), panjang femur (PF),
panjang kaki belakang (PKB), panjang moncong (PM), diameter tymphanium (DT),
diameter mata (DM), jarak inter nares (JIN), urutan panjang jari kaki depan
(UPJKD), urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB), ada tidaknya gigi former,
bentuk kelenjar parotoid, tutupan selaput renang, ada tidaknya kelenjar pada
ekstrimitas dan bentuk ujung jari. Kemudian juga dicatat deskripsi tubuhnya.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
1. Hasil
a. Bufo melanostictus
Klasifikasi :
Kingdom :
Animalia
Filum :
Chordata
Kelas :
Amphibi
Ordo :
Anura
Famili :
Bufonidae
Genus :
Bufo
Spesies : Bufo
melanostictus Scheineider, 1979 (Inger,1997)
Dari praktikum yang telah dilakukan, di dapatkan hasil
sebagai berikut: Bufo melanosticus memiliki panjang badan (PB)
66 mm, lebar kepala (LK) 23 mm, panjang kepala (PK) 17 mm, panjang kaki depan
(PKD) 29 mm, panjang tibia-fibula (PTF) 24 mm, panjang femur (PF) 26 mm,
panjang kaki belakang (PKB) 33 mm, panjang moncong (PM) 8 mm, diameter
tymphanium (DT) 10 mm, diameter mata (DM) 5 mm, jarak inter orbital (JIO) 5 mm,
jarak inter nares (JIN) 4,43 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD)
3>1>2>4, urutan panjang jari kaki belakang (UPJKB)
4>3>5>2>1, prosessus odontoid, gigi former dan kelenjar pada
ekstrimitas tidak ada, bentuk kelenjar parotoid memanjang, tutupan selaput
renang kaki depan sampai 1 phalanges dan bentuk ujung jari ada tonjolan antar
ruas.Warna kepala hijau kecoklatan, memiliki garis supra orbital dan memiliki
bintil-bintil yang ujungnya hitam.
b. Fejervarya cancrivora
|
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas :
Amphibia
Ordo :
Anura
Famili :
Ranidae
Genus :
Fejervarya
Species : Fejervarya
cancrivora
Dari pengukuran yang telah dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut:Fejervarya
cancrivora memiliki panjang badan (PB) 60 mm, lebar kepala (LK) 30 mm,
panjang kepala (PK) 20 mm, panjang kaki depan (PKD) 23 mm, panjang tibia fibula
(PTF) 26 mm, panjang femur (PF) 21 mm, panjang kaki belakang (PKB) 45 mm,
panjang moncong (PM) 10 mm, diameter tympanum (DT) 4 mm, diameter mata (DM) 5
mm, jarak inter orbital (JIO) 10 mm, jarak inter nares (JIN) 10 mm. Urutan
panjang kaki depan 2>4>1>3, urutan panjang kaki belakang
4>3>5>2>1 , bentuk ujung jari depan berbentuk gada, warna kepala
coklat kehitaman, tutupan selaput renang penuh, kelenjar parotoid tidak ada,
gigi former ada, dan alur supraorbitalnya tidak ada.
c. Rana erithraea
|
Klasifikasi :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Amphibia
Ordo : Anura
Famili : Ranidae
Genus : Rana
Species : Rana erithraea
Dari praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil sebagai
berikut: Rana erithraea memiliki panjang badan (PB) 65 mm,
lebar kepala (LK) 17 mm, panjang kepala (PK) 18 mm, panjang kaki depan (PKD) 21
mm, panjang tibia-fibula (PTF) 18 mm, panjang femur (PF) 13 mm, panjang kaki
belakang (PKB) 34 mm, panjang moncong (PM) 12 mm, diameter tymphanium (DT) 5
mm, diameter mata (DM) 6 mm, jarak inter orbital (JIO) 8 mm, jarak inter nares
(JIN) 4 mm, urutan panjang jari kaki depan (UPJKD) 3>4>1>2, urutan
panjang jari kaki belakang (UPJKB) 4>5>3>2>1, prosessus odontoid
pada mandibula tidak ada, gigi former ada, kelenjar pada ekstrimitas tidak ada,
bentuk kelenjar parotoid tidak ada, tutupan selaput renang ada.
2.
Pembahasan
a. Bufo melanostictus
Berukuran
sedang, yang dewasa berperut gendut, berbintil-bintil kasar. Bangkong jantan
panjangnya (dari moncong ke anus) 55-80 mm, betina 65-85 mm. Di atas kepala
terdapat gigir keras menonjol yang bersambungan, mulai dari atas moncong;
melewati atas, depan dan belakang mata; hingga di atas timpanum (gendang
telinga). Gigir ini biasanya berwarna kehitaman. Sepasang kelenjar parotoid
(kelenjar racun) yang besar panjang terdapat di atas tengkuk. Bagian punggung
bervariasi warnanya antara coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai
kehitaman. Ada pula yang dengan warna dasar kuning kecoklatan atau hitam
keabu-abuan. Terdapat bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman.
Sisi bawah tubuh putih keabu-abuan, berbintil-bintil agak kasar. Telapak tangan
dan kaki dengan warna hitam atau kehitaman; tanpa selaput renang, atau kaki
dengan selaput renang yang sangat pendek. Hewan jantan umumnya dengan dagu
kusam kemerahan.
Menurut Iskandar (2003), kodok ini mempunyai garis
supra orbital berwarna hitam, alur-alur supra-orbital dan supratimpanik
menyambung, tidak ada alur parietal.Bagian punggung bervariasi warnanya antara
coklat abu-abu gelap, kekuningan, kemerahan, sampai kehitaman.Terdapat
bintil-bintil kasar di punggung dengan ujung kehitaman.Tanpa selaput renang,
atau kaki dengan selaput renang yang sangat pendek
b. Fejerverya cancrivora
Spesies ini hidup di hutan mangrove,
habitat muara sungai, rawa-rawa dan terbuka, wilayah pesisir basah, seperti
saluran air pinggir jalan dan genangan air. Juga tumbuh subur di lingkungan
buatan manusia seperti padi sawah. Berudu mengembangkan di kolam hujan di atas
garis air yang tinggi di daratan, dan dalam setiap tubuh berdiri air di
Filipina. Hewan ini toleran terhadap salinitas moderat (Iskandar, 1998).
Jantan dewasa berukuran ± 67-69 mm, sedangkan betina dewasa
berukuran ± 51-75 mm. Tubuh pendek gemuk dan berotot. Tungkai belakang sedikit
pendek. Lebih dari setengah jari kaki berselaput renang dengan ujung yang tidak
berselaput. Jari tangan tidak berselaput renang. Ujung jari tangan dan kaki
lancip. Tympanum terlihat jelas (Kurniati, 2003).
Kulit dorsal (punggung) halus dengan lipatan longitudinal
yang tidak teratur; beberapa individu memiliki garis vertebral yang sangat
menonjol. Kulit ventral (perut) halus. Bagian dorsal berwarna coklat pucat atau
coklat kehijauan dengan bintil hitam; bagian bibir terdapat garis vertikal
berwarna coklat tua; permukaan dorsal lengan berwarna coklat tua atau bergaris
kehitaman yang lebar. Bagian ventral berwarna keputihan dan beberapa terdapat
bintik-bintik hitam (Kurniati, 2003).
c. Rana erithraea
Kodok yang ramping dan berwarna hijau
zaitun, hijau lumut atau hijau muda di punggungnya. Sepasang lipatan
dorsolateral yang jelas, besar, berwarna kuning gading dan terkadang disertai
dengan garis hitam, terdapat di kiri kanan punggung. Tangan dan kaki berwarna
kuning coklat muda, dengan coreng-coreng terutama pada paha. Sisi bawah tubuh
berwarna putih. Kulit licin dan halus. Kodok jantan sekitar 30-45 mm, dan yang
betina 50-75 mm.
Tangan dengan ujung jari melebar
serupa piringan yang meruncing, yang terbesar sekitar setengah diameter
timpanum (gendang telinga). Piringan pada jari kaki lebih kecil. Selaput renang
mencapai pangkal piringan di jari-jari kaki, kecuali pada jari keempat yang
memiliki dua ruas bebas dari selaput. Terdapat sekurangnya satu bintil
metatarsal di kaki, yakni di sisi dalam.
Warna punggung bervariasi dari terang
ke hijau gelap dan sisi ventral umumnya keputihan, meskipun morphs biru juga
telah dilaporkan. Erythraea R. memiliki lipatan krim dorso-lateral berwarna
yang kadang-kadang berbatasan dengan hitam. Tangan dan kakinya kekuning-kuningan
dengan bercak tidak teratur. Spesies ini memiliki kulit halus, dan panjang,
jari-jari gratis yang melebarkan ke disk menit dengan alur. Ini memiliki
hindlimbs panjang. Tuberkulum metatarsal batin hadir, tetapi tuberkulum
metatarsal luar tidak ada (Inger dan Stuebing 2005). Jantan yang jauh lebih
kecil daripada betina (Iskandar 1998), dan pejantan dewasa pembiakan memiliki
bantalan perkawinan beludru kuning pada jari pertama, membentang dari
pergelangan tangan ke akhir metakarpal pertama (Inger dan Greenberg 1963).
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pratikum Amphibia yang kami dilaksanakan pada tanggal 12Oktober
maka dapat disimpulkan bahwa amphibia memiliki 3 ordo yaitu ordo Caecilia,
Urodela dan ordo Anura. Adapun yang kami pratikumkan disini hanya dari ordo
Anura saja yaitu spesies Bufo melanostictus, Fejervarya cancrivora, Rana
erithraea.
Dari semua ordo anura tersebut memiliki beberapa spesies yang
memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda antara spesies yang satu dengan
yang lainnya, sehingga dengan ciri khas yang dimiliki oleh spesies tersebut
maka kita dapat membedakannya dengan mudah.
1. Bufo melanostictus memiliki ciri khas yaitu alur supra orbital yang dihubungkan
dengan kelenjar parotoid oleh alur supra tympanik, kelenjar parotoid berbentuk
lonjong, jari kaki berselaput renang sampai ujung dan tekstur kulit kasar
diliputi bintil-bintil berduri/ benjolan.
2. Fejerverya cancrivora Mulutnya berbentuk melancip dan
terdapat gigi dirahang atasnya. Kulit dari swike ini licin dan berlendir karena
terdapat mukus-mukus yang berperan dalam proses respirasi dan proteksi.
3. Rana erithraea biasa ditemukan di kolam-kolam terbuka, tepi telaga, atau
sawah; kadang-kadang didapati dalam kelompok agak besar. Lebih sering berada di
air, kodok ini pada siang hari bersembunyi di antara vegetasi yang tumbuh di
air yang dangkal atau di tepian. Dan malam harinya turun ke daratan di tepi
air.
B. Saran
Dalam melaksanakan praktikum ini praktikan harus lebih teliti
dan cermat dalam pemilihan objek, pengukuran dan pembuatan kunci determinasi
agar hasil yang didapatkan akurat dan sesuai dengan objek.
REFERENSI
Abed.
Amphibia. http://tanggamusik.blogdetik.com/tag/pengertian-amphibi/ (27 Januari
2013)
Djarubito,
Mukayat. 1989. Zoologi Dasar. Jakarta:
Erlangga
Djuhanda,
T. 1982. Anatomi dari empat Hewan Vertebrata_Armico : Bandung.
Inger,
R. F., and Stuebing, R. B. (1997). A Field Guide to the Frogs of Borneo.
Natural History Publications (Borneo) Limited, Kota Kinabalu.
Iskandar,
D.T Mirza. 2003. Panduan Lapangan Amfibi Kawasan Ekosistem Leuser : Jakarta
Kurniati,
Hellen. 2003. Amphibians & Reptiles of Gunung Halimun National Park, West
Java, Indonesia (Frogs, Lizards and Snakes). Research Center for Biology-LIPI.
Cibinong.
Rinaldy.
2013. Amfibi dan Reptil. Website: http://elib. unikom. ac. id/ files/ disk1/
633/ jbptunikompp-gdl-rinaldyaul-31605-10 unikom_r-i.pdf. Di akses pada hari
Kamis, 15 Mei 2014. Pukul 10.20 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar